Kesadaran Berbangsa dan Bernegara di Tengah Pandemi
Ditulis oleh Abdul Ghofur
(Disampaikan pada MPLS SMAN 11 Surabaya 2020-2021)
Pertanyaan berikutnya, apa pentingnya kesadaran berbangsa dan bernegara disampaikan pada siswa di masa pengenalan lingkungan sekolah? Untuk menjawab ini, mari kita melihat sekeliling kita, lalu perhatikan apa yang ada, apa yang terjadi. Lalu, coba bandingkan dengan daerah atau wilayah atau negara lain di luar wilayah kita. Sesekali mari tengok ke dalam diri lalu mencoba melihat keluar sana.
Adakah yang beda? Banyak. Kita Indonesia, Kita Jawa Timur, Kita Surabaya, Kita SMA Negeri 11 Surabaya. Banyak sekali perbedaan yang bisa kita temukan. Beda bahasa, beda budaya, beda suku bangsa, beda dialek, beda kebiasaan, beda agama, beda keyakinan. Tapi, ada yang sama di antara kita, kesamaan kita adalah kita SMA Negeri 11 Surabaya, lebih tinggi lagi adalah kita Surabaya, kita adalah Jawa Timur, kita adalah Indonesia Raya, kita adalah manusia.
Lalu, jika kita sudah sampai pada kesadaran sebagai manusia yang berbangsa dan bernegara Indonesia, apa yang harus kita jaga? Keragaman kita adalah modal kuat membangun negeri ini sebagaimana yang sudah dicita-citakan oleh pendiri bangsa. Perbedaan pola pikir, strata sosial, latar ekonomi dan budaya, bukan masalah apabila kita memahami tujuan bersama.
Permasalahan bangsa dan negara ini sangat banyak dan kompleks. Sulit bagi kita semua untuk mencernanya. Mencernanya saja tak bisa apalagi menyelesaikannya. Butuh turun tangan kita semua. Salah satu masalah penting yang tak hanya menjadi masalah di Indonesia tapi sudah menggloba sedunia adalah corona.
Indonesia bagian Surabaya telah menjadi episentrum corona melebihi Jakarta. Butuh kerja keras kita semua sebagai warganya. Semua upaya sudah dilakukan pemerintah dari pusat sampai daerah untuk menghambat laju penyebaran covid-19. Terlepas bahwa ada polemik asal-usulnya hingga cara penularannya, kita kesampingkan itu semua. Bahwa virus itu ada, benar adanya. Mematikan atau tidak, buktinya sudah banyak negara yang panik dibuatnya. Korban di dalam negeri, di dalam provinsi, di dalam kota Surabaya ini sendiri tak kurang sebagai buktinya. Mari berhenti berpolemik tentang eksistensi keberadaan Corona dan segala asal-usulnya.
Di sini di titik ini peran kita semua khususnya anak muda generasi penerus bangsa diperlukan untuk menjaga ketahanan bangsa dan negara. Siswa SMAN 11 Surabaya khususnya dan anak muda di manapun saja di Indonesia wajib turut serta menjadi ujung tombak penyelamat bangsa dan negara. Anak muda Indonesia sekarang ini harus menjadi generasi penerus bangsa dengan cara hidup yang lebih baik lagi. Terbiasa menjaga kebersihan adalah perilaku agamis yang sudah diajarkan oleh pemuka agama. Slogan annazhafatu minal iman (-menjaga- kebersihan itu sebagian dari iman) rasanya sangat relevan untuk kita semua saat ini. Kita semua 'dipaksa' betul-betul beriman dengan menjaga kebersihan, itu salah satu hikmah yang bisa dipetik dari pandemi ini. Selain itu, menjaga jarak juga menjadi bagian upaya yang diharapkan seluruh siswa bisa mengimplementasikan dalam keseharian.
Dampak nyata dari pandemi ini salah satunya adalah penonaktifan belajar dengan tatap muka yang berganti dengan pembelajaran jarak jauh. Siswa 'dirumahkan' sejak tiga bulan lalu demi menjaga generasi penerus bangsa terpapar dari corona. Masa pengenalan lingkungan sekolah tahun 2020 pun dilaksanakan secara daring. Semua itu adalah upaya negara dalam melindungi warganya dari paparan virus berbahaya.
Dalam pada itu, selama di rumah, ada banyak hal bisa dilakukan oleh siswa meski hak sosial untuk sementara dibatasi dari pertemuan fisik. Ada banyak hikmah pelajaran yang bisa dipetik dari pandemi ini. Dari sekian hikmah yang ada, setidaknya ada empat hal penting yang bisa dipetik, di antaranya adalah pembentukan karakter/akhlak, pembentukan mental disiplin, kemampuan mengatur diri (manajemen diri berdasar asas manfaat), dan penguasaan teknologi informasi.
Pembentukan akhlak. Siswa selama di rumah diharapkan mampu mengembangkan diri, membekali dengan keterampilan hidup keseharian. Dari mencuci, mengepel, menyapu, memasak dan lain-lain. Muaranya adalah belajar keterampilan hidup sehari-hari dengan salah satu tujuan utamanya adalah berbakti kepada orang tua dengan membantu meringankan beban pekerjaan rumah tangga. Di sini akhlak siswa yang juga anak dari orang tuanya dibentuk. Tidak sedikit yang karena beban akademik sekolah/kuliah, banyak dari anak-anak yang menganggap remeh pekerjaan rumah. Tercerabut dari akar kesehariannya. Pintar di sekolah tapi tak cakap pekerjaan rumah. Ujungnya menjadi problem kelak saat dewasa dan berumah tangga. Pekerjaan rumah pekerjaan mulia. Banyak hal yang bisa dipetik darinya, pembentukan karakter, pembentukan akhlak siswa.
Pembentukan mental disiplin. Di masa pandemi ini, siswa diminta stay at home. Jika keluar rumah wajib bermasker, menjaga jarak. Ada perubahan ritme hidup keseharian dari yang biasanya pagi bersekolah, maka kini wajib di rumah dan mengikuti arahan guru secara daring. Jam belajar daring wajib ditaati oleh siswa. Jika tidak, ketinggalan materi dan ketinggalan jadwal ujian. Resikonya tak mendapat nilai. Siswa dipaksa mendisiplinkan diri sendiri untuk mengatur diri sendiri. Mendisiplinkan diri mengikuti jadwal belajar daring tanpa harus diingatkan oleh siapapun terlebih jika orang tua sudah keluar semua dari rumah untuk bekerja.
Kemampuan manajemen diri (asas manfaat). Saat hendak keluar rumah, kita dipaksa menimbang diri, seberapa besar manfaat seberapa penting urusan keluar rumah ini dibandingkan jika berdiam diri saja. Menjaga diri itu adalah bagian dari keselamatan orang lain. Jika memang urusannya tidak begitu penting, maka sebaiknya di rumah. Tapi jika memang itu penting dan berkaitan dengan hajat kebutuhan keseharian dan pendidikan, maka boleh keluar. Tentu dengan menjaga protokol kesehatan tetap diterapkan. Tak kurang urusan lain pun demikian. Kapan harus mengerjakan tugas sekolah dan kapan harus mengerjakan tugas rumah dari orang tua. Mau tidak mau, siswa harus mengkomunikasikan kewajiban belajarnya agar sinkron dengan pekerjaan rumah yang dibebankan kepadanya.
Penguasaan Teknologi Informasi. Diakui atau tidak, pembelajaran dalam jaringan, pembelajaran jarak jauh, memaksa semua orang butuh internet. Jika kebutuhan akses internet terpenuhi, berikutnya dipaksa menguasai beragam aplikasi yang diminta oleh gurunya. Dalam hal ini sebenarnya siswa jauh lebih paham dari gurunya terkait penguasaan teknologi. Guru -mungkin- hanya menguasai satu jenis aplikasi yang memang dikuasainya. Sementara siswa 'dipaksa' menguasai beragam aplikasi dari beragam guru yang tak sama penguasannya dalam teknologi. Alhasil, di masa mendatang, generasi sekarang tahu betul perkembangan teknologi dan dipastikan tidak gagap teknologi.
Di samping itu, banyaknya waktu luang selama di rumah, dengan memanfaatkan teknologi yang dimiliki, siswa berkomunikasi dengan teman-temannya. Ruang sosial mereka terwakili tersalurkan melalui daring seperti halnya belajar mereka. Berkolaborasi secara daring untuk menyelesaikan berbagai proyek belajar bersama. Meski tak bisa dipungkiri, ada banyak hal negatif yang menyertainya jika gadget ini tak mampu dikendalikan. Oleh karenanya, kemampuan manajemen diri menyeimbangkan kebutuhan antara belajar dan bermain sangat perlu ditekankan.
Dari semua paparan di atas, rasanya tak cukup untuk mewakili banyak aspek membangun kesadaran berbangsa dan bernegara. Setidaknya, untuk skala kecil, siswa SMAN 11 Surabaya sebagai generasi penerus bangsa bisa memulai dari dirinya sendiri. Ibda' binnafsi. Mulai dari diri sendiri.
Setelah semua ini berakhir, akan bisa dilihat siapa yang berhasil memenangi 'pertempuran' menghadapi pandemi ini. Masa 'inkubasi' berbulan-bulan di rumah ini menghasilkan diri yang seperti apa?
Selamat berjuang.
NB: Untuk siswa baru tahun pelajaran 2020-2021, silakah buka tautan ini untuk lebih detilnya http://elearning.sebelas.net/course/view.php?id=2
Posting Komentar